KPPS dan PPS di Rote Ndao Terancam Pidana Satu Tahun, Dendanya Ada Selusin, Sama-sama Picu Konflik

BA’A, ROLLE.id—Sebanyak 447  Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) terancam berhadapan dengan masalah hukum usai Pemilu 2024.

Ini berkaitan dengan tugas yang baru saja diselesaikan pada tahapan paling penting dalam pelaksanaan pesta demokrasi itu, Rabu (14/2).

Yakni proses pungut hitung, dan berlanjut rekapitulasi untuk menetapkan hasil perolehan suara setiap peserta Pemilu.

Dan ancaman pidana itu langsung ditebar partai Demokrat Kabupaten Rote Ndao. Yang melalui kadernya, Demokrat disebut siap menyikapi hal tersebut.

“Katong (kami) su (sudah) cek. Dan semua TPS sonde lakukan,” kata Jeckson Melkior Mansula, kepada ROTE MALOLE, Sabtu (17/2).

Menurutnya, yang disoalkan adalah transparansi hasil Pemilu. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 25 tahun 2023, tentang pemungutan dan penghitungan surat suara dalam Pemilihan Umum.

Di mana, seluruh KPPS diminta untuk mengumumkan hasil perhitungan di TPS masing-masing, usai proses pungut hitung dilakukan.

“Coba kita lihat di pasal 66 PKPU itu. Jelas-jelas ditulis bahwa hasil penghitungan suara diumumkan,” kata Jeckson.

“Kemudian PPS, yang merupakan Panitia Pemungutan Suara, di tingkat desa/kelurahan, wajib menempelkan hasil itu di kantor Desa/Kelurahan,” ungkapnya.

“Tapi coba cek, hasil itu ada tidak. Masa tahapan DCS sampai DCT, dilakukan, terus sampai hasil kenapa itu tidak dilakukan?,” kesalnya.

Jeckson, kemudian membeberkan ketentuan yang bisa digunakan untuk menjerat seluruh KPPS, terlebih PPS. Bahwa, penyelenggara di tingkatan itu terancam dipidana dengan pidana kurungan 1 tahun kurungan.

Begitu juga denda akibat perbuatan tersebut, yang dikenakan paling banyak, senilai Rp. 12.000.000 (dua belas juta rupiah.

Yang disebutnya, ancaman pidana itu tertuang di pasal 508 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 Jo UU 7 tahun 2023, terkait kewajiban KPPS maupun PPS dalam memberikan salinan sertifikat hasil dan berita acara hasil pemungutan suara di tempat umum.

Bahwa, sebagaimana dalam pasal 508 dituliskan, setiap anggota PPS yang tidak mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 391, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak 12 juta rupiah.

“Itu dimaksudkan agar setiap orang bisa memenuhi haknya dalam memperoleh informasi seputar Pemilu,” kata Jeckson.

“Dan bisa mencegah potensi kecurangan, seperti penggelembungan maupun penghilangan suara,” sambungnya.

Kembali ditegaskan bahwa, pihaknya/Demokrat, sama sekali tidak mempersoalkan hasil yang diperoleh partainya. Hanya saja, keterbukaan informasi publik yang disoroti, menyusul Sirekap, yang tidak berfungsi maksimal.

“Tahapan sebelumnya dilakukan secara terbuka. Tiba-tiba sampai akhir langsung berubah berubah. Hanya itu yang kami sesalkan,” kesalnya.

“Dengan kondisi seperti itu maka jangan heran kalau banyak informasi liar yang beredar, dan saling klaim menang. Potensinya, gesekan di kalangan masyarakat,” tambahnya. (*/ROLLE/JIT)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.