BOLATENA, ROLLE.id–Petunjuk Teknis (Juknis) yang dikeluarkan Bupati Rote Ndao, Paulina Haning-Bullu, alias PHB, di ujung kepemimpinannya meninggalkan ‘luka dalam’.
Juknisnya dikeluarkan pada tanggal 29 November 2023, ditujukan kepada pemerintah desa, sebagai pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun anggaran 2024.
Dengan ketentuan yang diatur dalam juknisnya dimulai dari administrasi umum, kemudian Penghasilan Tetap (Siltap) Kepala Desa (Kades) dirinci hingga perangkat dan staf desa. Semuanya dipatok dari terendah hingga tertinggi, berdasar pada peraturan Bupati Rote Ndao nomor 61 tahun 2023.
Tak sampai di situ. Tunjangan Kades dan aparatnya diuraikan dengan menggunakan persentase. Ada tunjangan kecelakaan, tunjangan kematian, serta tunjangan jabatan dirunut rinci.
Demikian halnya honor PPKD dan PTPKD, tunjangan BPD, serta sejumlah kegiatan lainnya dirinci secara lengkap, sesuai lima bidang kegiatan yang dilaksanakan pemerintah desa.
Menariknya, pada pemberian dana insentif kepada semua RT/RW, Linmas, dan Maneleo/tokoh adat, di Kabupaten Rote Ndao.
Dalam Juknis PHB, yang kini mantan Bupati sekaligus calon petahana di Pilkada Rote Ndao, menghendaki 112 Kades/Penjabat Kades untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat yang duduk dalam lembaga kemasyarakatan itu.
Di mana, Pemerintah Desa (Pemdes) dalam Juknis PHB, membolehkan Dana Desa (DD) digunakan untuk membayar insentif para lembaga kemasyarakatan. Karena selama ini hanya dibiayai Alokasi Dana Desa (ADD), dengan nilai yang terbatas.
“Insentif lembaga kemasyarakatan (RT/RW, anggota Linmas, Maneleo) disesuaikan dengan kemampuan keuangan desa sesuai ketentuan minimal sebagai berikut,” tulis PHB, mantan Bupati Rote Ndao di bagian B, bidang penyelenggaraan pemerintah desa, huruf (E).
“Insentif RW Rp. 300.000,- per bulan (Rp. 100.000,- dari ADD, dan Rp. 200.000,- dari DD. Insentif RT Rp. 250.000,- per bulan (Rp. 75.000,- dari ADD, dan Rp. 175.000,- dari DD),” rincinya.
“Insentif Linmas Rp. 100.000,- per bulan (Rp. 50.000,- dari ADD, dan Rp. 50.000,- dari DD). Insentif Maneleo Rp. 300.000,- per bulan (Rp. 100.000,- dari ADD, dan Rp. 200.000 dari DD),” sambungnya merinci.
Semua itu sudah terkover dalam dokumen APBDesa. Sekaligus menjadi angin segar bagi para pemangku kepentingan yang mengabdikan diri dalam lembaga kemasyarakatan itu.
Sayangnya, salah satu dari dua sumber dana yang dibolehkan PHB, saat masih menjabat Bupati, kini tak bisa dicairkan. Apalagi dipaksakan untuk dibayarkan sesuai Juknis.
Akibatnya, ada kecewa dari pemerintah desa. Terlebih para RT/RW, Linmas, serta Manelo, yang berjumlah ribuan orang. Ditambah keluarganya, kenjadi belasan ribu orang yang kecewa karena batal menerima pembayaran itu.
Sekaligus menjadi petaka tersendiri bagi pemerintah desa yang terlanjur membayar kepada penerima. Tapi tak sedikit Kades yang masih bijak karena sering mengakses informasi tentang pengelolaan Dana Desa.
“Beta (saya) baca itu Juknis, beta sonde berani,” tegas Penjabat Kepala Desa Bolatena, Charles Faah, kepada awak media, Rabu (7/10).
Charles, yang ditemui di Videsy, dekat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Rote Ndao, mengungkap sejumlah kejanggalan dalam Juknis PHB.
Dikatakan, bersama rekan-rekan Kades lainnya, yang dilantik pada masa kepemimpinan Pj Bupati Rote Ndao, Oder Maks Sombu, merasa paling beruntung.
Sebab, mereka tak terlibat secara langsung dalam proses penyusunan, hingga penetapan RAPBDesa menjadi APBDesa tahun anggaran 2024.
“APBDesa su (sudah) dari Januari. Sedangkan batong (kami) baru dilantik bulan Juli 2024,” kata Charles.
“Bolatena punya 52 juta delapan ratus ribu. Jadi beta bilang RT/RW, Linmas deng Maneleo, mau maki ancor beta ju (juga) sonde (tidak) apa-apa,” sambungnya. (*/ROLLE/JIT)