BA’A, ROLLE.id–Bruce King Nitte, yang kerap disapa Bruce, mulai menyita perhatian publik. Terkhusus masyarakat di Kabupaten Rote Ndao.
Dia bukan seorang birokrat, dengan jabatan yang tinggi. Hanya seorang pengusaha, dengan menempati beberapa posisi di organisasi profesi/asosiasinya.
Yakni di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kabupaten Rote Ndao, Bruce, menempati posisi sebagai wakil ketua tahun 2022-2024.
Sebelum dipercayakan pada posisi itu, Bruce, sudah lebih dulu dipercayakan sebagai sekretaris Asosiasi Pengusaha Nasional Indonesia (Apindo) Kabupaten Rote Ndao, di tahun 2019-2023.
Dengan profesi non birokratnya itu, sosoknya punya banyak waktu untuk berinteraksi dengan masyarakat. Terbanyak dari kalangan paling bawah, yang tinggal di desa-desa.
Dan Bruce, terbilang sukses dengan usaha penjualan sembako di tokonya yang terletak di bilangan Mokdale, Kecamatan Lobalain.
Pasalnya, harga yang dipatoknya mudah dijangkau. Tak ayal, tokonya ramai dikunjungi pembeli untuk berbelanja.
Sosoknya pun mencuri perhatian publik Rote Ndao. Bukan lantaran pengusahanya. Tapi Bruce, selama ini juga berkecimpung dalam urusan desa.
Dia, kemudian dicalonkan sebagai salah satu kandidat Calon Legislatif (Caleg) di Kabupaten Rote Ndao, periode 2024-2029. Bruce, resmi terjun ke dunia politik.
Dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), langsung mengusungnya sebagai Caleg, dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024.
Dia dicalonkan di Daerah Pemilihan (Dapil) Rote Ndao satu, bersama 9 Caleg lainnya. Dan, Bruce, ditempatkan pada posisi/nomor urut 7 (tujuh), berhak dicoblos dalam surat suara, di hari pencoblosan tanggal 14 Februari nanti.
“Proses politik bukan sebuah kegiatan perdagangan yang membawa rupiah untuk memdapat untung rupiah,” kata Bruce King Nitte, dalam sebuah bincang-bincang dengan ROTE MALOLE, belum lama ini.
Baginya, politik merupakan jalan yang terbuka untuk setiap orang. Yang bukan hanya mengikuti porosnya, tapi punya keberanian yang lebih untuk bertindak mengatasi persoalanya rakyatnya.
Keberanian yang dimaksudkan adalah dengan menerobos ketidak-adilan. Dibarengi dengan komitmen, diyakininya dapat mendistribusikan rasa keadilan bagi yang membutuhkan.
Sehingga wakil rakyat dicontohkanya sebagai permainan sepak bola. Bagi dia, seorang anggota DPRD berposisi sebagak wasit, juga hakim garis. Yang berusaha untuk tidak ikut bermain dalam salah satu tim kesebelasan.
“Ibarat sepak bola, DPRD adalah wasit, dan hakim garis. Tidak menjadi pemain bola,” ungkapnya.
Hal tersebut diungkapnya berdasarkan pengalaman yang dikantongi selama mengabdikan diri sebagai seorang pendamping desa. Ketimpangan kerap dilihatnya berlarut, dan berlangsung lama.
Yang sedikit menelisik jejaknya, Bruce, mulai mendampingi desa sebagai fasilitator program PPIP-asia development bank, di Kabupaten Kupang, tahun 2005-2008.
Setahun setelah itu, yakni 2009-2010, desa masih didampingi sebagai fasilitator program PPIP-ADB, di Kabupaten Sabu Raijua.
Berikut, fasilitator desa PKPS-BBM iP, di Kecamatan Rote Barat Laut, Kabupaten Rote Ndao, tahun 2011-2013.
Kemudian, fasilitator desa BSPS-Kementerian PUPR, dengan wilayah pelayanan di Kecamatan Landu Leko, Pantai Baru, dan Rote Barat Daya, tahun 2018-2021.
“Itulah modal yang kemudian memberanikan saya,” kata Bruce.
“Karena seorang wakil rakyat yang dimandatkan, mampu melayani, dengan solusi atas persoalan yang begitu kompleks kepada masyarakat yang di tinggal di desa-desa,” ungkapnya.
“Bukan hanya sekedar memberi sesuatu, tetapi setidaknya memahami persoalannya, sehingga tuntas dan berujung,” ungkapnya lagi. (*/ROLLE/JIT/ADV)