BA’A, ROLLE.id–Pilkada Rote Ndao, bakal menyajikan fenomena baru dalam ajang pertarungannya, yang belum pernah terjadi satu lawan satu semenjak tahun 2008.
Dimulai dengan lima pasangan calon (2008), kemudian empat pasangan calon di Pilkada tahun 2013, dan tahun 2018.
Dan kini, di tahun 2024, ada empat pasangan calon yang siap diri untuk berkompetisi. Namun dua diantaranya sampai saat ini belum bisa memastikan kendaraan politik untuk membawanya masuk arena tarung tersebut.
Yakni pasangan Bima Th. Fanggidae-Frits Marsel Adu (Lontar), kemudian Vicoas TB. Amalo, yang sampai saat ini belum menentukan pasangan calon wakilnya.
Bahwa, dari 25 total kursi di DPRD Rote Ndao, 17 lainnya memilih untuk berkoalisi, membangun arus perubahan.
Jumlah itu tergabung dengan dukungan politiknya mendukung Paulus Henuk, dan Apremoi Dudelusy Dethan, sebagai pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, paket Ita Esa.
Dengan komposisinya adalah, PKB, Hanura, dan Gerindra, masing-masing 3 kursi (9 kursi). Kemudian, Golkar, Perindo, dan PSI, dengan 6 kursinya (masing-masing 2 kursi). Ditambah 2 kursi dari PPP, dan PAN.
Dari komposisi itu, terhitung jelas bahwa paling banyak menolak dengan tidak mendukung ‘lanjutkan’ yang diusung incumbent/petahana.
“Jika tidak mengalami perubahan maka akan terjadi head to head,” kata pengamat politik dari Universitas Muhammadiah Kupang, Ahmad Atang, Sabtu (10/8).
Kondisi tersebut menurutnya menjadi pemantik pertarungan figur demi kemenangan yang diharapkan. Sehingga, salah mengkapitalisasi sumber daya yang dimiliki petahana, maka dampaknya adalah kekalahan.
“Modal sosial, dan politik jika tidak dikapitalisasi oleh calon incumbent, maka lawannya lebih banyak memiliki peluang untuk menang,” kata Atang.
“Karena itu, baik calon incumbent, maupun pendatang baru, tertergantung strategi dalam komunikasi politik publik, segmentasi basis dan isu politik yang dibangun, serta media yang menjadi jaringan kerja lapangan,” ungkapnya.
Terpisah, ketua DPD PAN Rote Ndao, Jufri Laela, merasa bangga bisa bergabung bersama 7 partai lainnya.
Sebagai politisi pendatang baru, sekaligus anggota DPRD Rote Ndao terpilih, diakuinya perubahan menjadi daya tarik tersendiri bagi paket Ita Esa.
Sehingga dengan arusnya yang semakin tak terbendung, juga diungkap faktor penyebabnya yang lain. Bahwa, ada kerinduan untuk memiliki pemimpin baru, muda dan visioner.
“Umumnya dimiliki oleh sosok yang berusia produktif. Karena ide dan gagasannya yang tanpa dibongengi langsung diimplementasikan dalam karya, yang ditunjang daya serap yang fleksibel. Juga gerak-gerak cepat sangat dibutuhkan sesuai perkembangan jaman yang tak berjalan lambat,” kata Jufri.
“Dan kami harus harus jujur bahwa pak Paulus, punya itu. Karena saat ini beliau berusia di bawah 50 tahun. Orangnya luwes dan cepat beradaptasi dengan kecakapannya. Ditambah ibu Apremoi, yang saat ini 35 tahun, merepresentasi kaum milenial dan perempuan,” ungkapnya.
“Keduanya (Paulus-Apremoi) merupakan paket komplit. Sama-sama muda, dan energik, menjadi tumpuan harapan baru, untuk perubahan yang besar bagi masyarakat Rote Ndao,” ungkapnya. (*/ROLLE/JIT)