BA’A, ROLLE.id—Momen haru bercampur bahagia, dirasa Marince Aflina Tungga. Ia adalah ibu korban dugaan pencabulan yang terjadi di Dusun Nggelamalole Desa Maubesi Kecamatan Rote Tengah.
Dengan suaranya yang pelan, ia begitu berterima kasih atas kesediaan Agustinus Nahak, yang datang menjumpainya di Rote, membantu mendukung, menuntaskan masalah yang tengah merundung keluarganya.
Rasanya kini menjadi sedikit lega, karena diatensi dewan etik perlindungan Nasional anak Indonesia. Yang sebelumnya ia bingung tak karuan, hanya bisa pasrah dan berdoa.
“Terima kasih bapak,” ucap Marince Afliana Tungga, dengan sedikit membungkuk tubuhnya, saat menjumpai ketua dewan etik perlindungan Nasional anak Indonesia, Agustinus Nahak, Kamis (11/1).
Bersama kedua anaknya, masing-masing CJL, yang merupakan korban kasus tersebut, dan CAL, mereka bertemu Agus Nahak, begitu tiba di Rote. Dua orang keluarganya juga ikut mendampingi.
Pertemuan itu baginya merupakan sesuatu hal yang tak pernah disangka. Keluarganya dibilang terbatas, tak punya koneksi ke mana-mana.
“Kami tak punya apa-apa pak. Saya hanya seorang ibu rumah tangga, dengan empat orang anak,” kata Marince.
Pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam itu, diisi cerita kilas balik peristiwa yang menimpa putri sulungnya, CJL.
Itu disampaikan secara runut kepada Agus Nahak, yang berkapasitas sebagai ketua dewan etik perlindungan Nasional anak Indonesia.
Bahwa, sebagai seorang ibu yang melahirkan CJL, ia begitu terpukul dalam sedihnya melihat anaknya, menjalani hari-hari hidupnya. Beban yang ditanggungya sangat berat di saat yang belum tepat.
“Ini anak saya, dia ini yang korban. Kalau yang ini adiknya, yang saat kejadian tanggal 24 Desember, bersama kakanya di rumah,” kata Marince, memperkenalkan kedua anaknya saat jumpa Agus Nahak.
“Yang kakak saat ini 15 tahun. Adiknya 14 tahun. Sama-sama di kelas 10 SMA,” sambungnya.
Agus Nahak, langsung menyampaikan komitmenya kepada keluarga korban. Bahwa untuk kasus yang bersifat khusus itu, pihaknya tak tinggal diam.
Selain sedang marak di NTT, penyelesaianya harus tuntas sesuai hukum yang berlaku. Sehingga ada efek jera kepada pelaku yang kebanyakan bukan orang lain.
Karena dalam prakteknya, orang-orang dekat selalu memanfaatkan hal tersebut untuk menyelesaikan dan selesai begitu saja. Akibatnya, tidak ada rasa keadilan, dan sangat berpotensi terulang lagi.
“Pastinya kita tidak diam. Harus diproses sampai tuntas, kasihan korbannya masih di bawah umur,” tegas Agus Nahak.
“Sehingga kaka Agus datang ini, selain sebagai ketua dewan etik perlindungan Nasional anak Indonesia, kaka Agus, juga advokat. Tim hukum kami siap damping sampai tuntas,” tagasnya lagi.
Marince, terlihat sesekali mengusap matanya yang mulai berair. Pandanganya tak teralihkan selama Agus Nahak, berbicara menyampaikan keseriusanya. Tak ada yang disampaikan selain gesturnya menjelaskan semua perasaanya saat itu. (*/ROLLE/JIT)