Laki-laki Jangan Tiru Sikap Kepsek AEM, Maunya Cuma Enak-enak, Kades Lentera Harap Begini

LENTERA, ROLLE.id–Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum Kepala Sekolah di Rote Ndao, tak hanya menciderai kodrat perempuan.

Kaum laki-laki pun ikut terdampak dengan sikapnya yang setengah berani alias banci.

Betapa tidak, saat kasus ini mencuat, sang Kepsek tak bernyali mendatangi keluarga korban, demi mempertanggung-jawabkan perbuatanya yang terjadi di sekolah yang ia pimpin.

Melalui seseorang yang dengan kapasitasnya sebagai anggota DPRD, diutusnya sebagai penghubung untuk memperbaiki kesalahan yang sudah dibuatnya.

Kemudian, dalam prosesi perdamaian yang disepakati, sang Kepsek ini pun datang dengan didampingi banyak orang. Hadir di kediaman YA, (korban) gegara birahinya yang kelewat batas terhadap perempuan yang bukan istrinya.

“Ada banyak orang yang datang waktu itu,” singkat Kepala Desa Lentera Kecamatan Rote Barat Daya, Dance M. Nggebu, saat dikonfirmasi ROTE MALOLE, Jumat (30/5).

“Pelaku dan istrinya, kemudian pak Meksi Mooy, dan ada orang tua,” ungkapnya.

Kades Dance, mengatakan, walau tak mengikuti prosesinya dari awal, tetapi ada dua perangkat desa yang hadir saat itu. Yakni, Sekretaris dan Kepala Seksi Pemerintahan.

“Memang beta (saya) sonde (ikut) dari awal. Tapi ada dua perangkat desa. Beta ikut di pertengahan sampai akhir,” ungkapnya.

Di mana, melalui Meksi Mooy, kata Dance, sebagaimana yang diikutinya, sudah diakui semua tindakan pelecehan seksual yang dilakukan Kepsek AEM kepada YA.

Dan karena kesalahnya itu, Kepsek AEM ingin menyelesaikan secara baik-baik untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan yang retak. Sekaligus menyampaikan permohonan maaf, dan mengerucut pada kesepakatan terhadap denda adat.

“Melalui bapak Meksi Mooy, langsung mengakui salah. Tapi dari keluarga perempuan (korban) mau supaya buka (ceritanya), jangan sampai apa yang disampaikan YA, ada yang tidak benar dan bisa diklarifikasi oleh pelaku,” kata Kades Dance.

“Pihak laki-laki (Kepsek) minta supaya ceritanya jangan dibuka lagi oleh korban. Dan itu diterima, dengan catatan harus ada pengakuan dalam surat pernyataan,” jelas Kades Dance.

“Karena sudah ada pengakuan salah dari bapak Meksi, dan pelaku, kemudian bapak Meksi minta kepada orang tua untuk mempertimbangkan denda adat,” jelasnya lagi.

“Lalu disepakati sudah denda adat yang dituangkan dalam surat pernyataan perdamaian. Dan itu tidak masalah,” ungkapnya.

Sayangnya, ending prosesi tersebut tak membuahkan hasil apa-apa. Di mana, pihak pelaku yang sudah bersedia memenuhi tuntutan denda adat, menghendaki agar dalam surat pernyataan digunakan kata ‘dugaan’, bukan pelecehan seksual oleh Kepsek AEM terhadap YA.

“Waktu itu beta bilang bahwa, kalau diduga berarti belum tentu benar. Karena kalau sudah ada pengakuan salah barulah denda ini bisa berlaku,” kata Kades Dance.

“Sebagai kepala Desa, beta sonde berani berikan denda atau sanksi kepada sebuah hal yang belum pasti,” sambungnya.

“Tapi beta sangat berharap agar prosesnya bisa berakhir baik, sehingga beta bisa masuk dalam proses pemulihan. Baik pemulihan nama baik juga secara psikologi,” harapnya. (*/ROLLE/JIT)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.