BA’A, ROLLE.id–Sidang praperadilan yang diajukan Erasmus Frans Mandato (EFM) melawan Polres Rote Ndao, mendapat pencerahan hukum dari seorang ahli hukum pidana.
Pencerahannya soal aspek formil yang mungkin terlanjur ‘diserobot’ pihak EFM sebagai pemohon, dalam ruang peradilan itu.
Disampaikannya usai mengikuti sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi ahli, di Pengadilan Negeri Rote Ndao, Kamis (25/9).
Di mana, praperadilan ditegasnya hanya menilai aspek formil, dengan tidak bisa menyentuh pokok perkara.
Pasalnya, pembahasan pokok perkara, disebutnya hanya bisa dilakukan dalam sidang pidana utama.

Yang menurutnya, fokus praperadilan sebatas melihat dan menilai kecukupann alat bukti yang dikantongi termohon (Polres Rote Ndao) hingga menjerat EFM, atas dugaan pelanggaraan ITE.
Itu disampaikan dengan berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi 21/PUU-XII/2014, yang menggariskan objek praperadilan.
Di dalamnya tersirat pengujian sah atau tidaknya penetapan tersangka EFM oleh Polres Rote Ndao. Dan menurutnya, termohon mengantongi kecukupan syarat minimal.
Sehingga praperadilan yang diajukan EFM, disebutnya tidak memiliki kewenangan menilai materi lain selain materi formil.
“Praperadilan menilai aspek formil, dan tidak masuk dalam pokok perkara,” jelas ahli hukum pidana, Mikhael Feka, kepada ROLLE.id (Rote Malole).
“Artinya, praperadilan itu hanya menilai bukti-bukti dalam penetapan tersangka,” sambungnya menjelaskan, usai mengikuti sidang itu di Pengadilan Negeri Rote Ndao, Kamis (24/9). (*/ROLLE/JIT)








